Kembali
×
Membujuk Anak-Cucu Berperilaku Baik, Bagaimana Sih Cara yang Efektif?
14 Juni 2020 19:51 WIB

Geriatri.id - Tugas mengasuh, bagi orang tua, sejatinya merupakan tugas yang tak akan pernah selesai sepanjang hayat dikandung badan.

Bagi lansia, bahkan tugas pengasuhan tak hanya melulu soal anak-anak yang sudah dewasa, tetapi juga cucu mereka.

Dalam banyak hal, untuk menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak dan cucu, merupakan sebuah seni tersendiri.

Misalnya, menanamkan disiplin untuk beribadah, belajar, dan lainnya. Nah, untuk itu, bagi lansia ada satu teknik yang bisa dipelajari dari ilmu psikologi, yaitu yang disebut persuasi.

Psikolog yang juga dosen Fakultas Psikologi Unpad Hary Setyowibowo mengatakan, persuasi pada dasarnya adalah sebuah seni untuk mengubah pikiran, perasaan dan perilaku orang lain agar sesuai dengan yang kita kehendaki.

Dalam mendidik anak dan cucu, memahami teknik persuasi sangat penting, agar orang tua, khususnya para lansia, dapat ikut membantu mendidik dan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang positif kepada anak dan cucu.

Mengutip Cialdini, dalam bukunya "Psychology of Persuasion", Hary memaparkan, ada tiga cara untuk mengubah pikiran, perasaan dan perilaku orang lain.

Selain persuasif, ada pula teknik coersif dan manipulatif.

Pendekatan coersif adalah pendekatan melalui kekuasaan.

Misalnya, pemerintah kota atau provinsi memiliki kekuasaan untuk mendisiplinkan masyarakatnya lewat aturan-aturan yang ditegakkan oleh aparat yang dimiliki pemerintah. 

Dalam konteks orang tua kepada anak, pendekatan ini dinilai tidak selalu efektif.

"Risikonya adalah orang nggak suka. Pola ini memang memungkinkan dipakai untuk orang tua kepada anak yang lebih kecil (cucu-red), namun tidak akan efektif kepada anak yang lebih besar.

Menggunakan paksaan, biasanya efektif kalau punya kewenangan," papar Hary, dalam Webinar Online Komunitas Point Merbabu How To Influence Others, Sabtu (13/6).

Kedua adalah pendekatan manipulatif. Pola ini digunakan untuk mempengaruhi orang dengan cara memanipulasi atau menipu pikiran atau perasaan subjek yang dituju.

Ada tiga trik manipulatif yang paling populer: menciptakan ketakutan, ancaman, menciptakan perasaan bersalah

Misalnya, mengatakan kepada anak kalau tidak mau cuci tangan akan ditangkap satpam.

"Itu manipulatif, itu menggunakan tipuan," kata Hary. Tujuannya tentu agar si anak menurut mau mencuci tangan.

"Perilaku-perilaku manipulatif, kalau menurut teori didekatinya dengan asertif, ketegasan. Kita kenali bahwa kita adalah orang yang tidak mudah dimanipulasi," tegas Hary.

Ketiga adalah persuasi. Pendekatan ini lebih cocok digunakan oleh lansia kepada anak-anaknya yang sudah dewasa.

Hampir mirip dengan manipulasi, persuasi adalah teknik memanfaatkan kemampuan komunikasi, untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku orang lain, dengan menggunakan data dan fakta.

Ada 6 prinsip dalam persuasi di antaranya adalah liking, reciprocity, dan social proof. Dalam prinsip liking, jika ingin mempengaruhi orang lain, maka menangkanlah pertemanan.

"Karena orang itu akan mudah terpengaruh oleh orang yang disukainya. Bagaimana mempengaruhi orang lain? Jadilah orang yang disukai. Biasanya melalui similarity dan tampilan," jelas Hary. 

Dalam konteks mengasuh anak misalnya, biasanya guru-guru TK supaya diterima muridnya, mengikuti gaya anak kecil.

Kalau mahasiswa, tampil sesuai dengan gaya anak muda seperti pakai celana jins, kaos dan sebagainya.

Kemudian, reciprocity atau timbal balik. "Saya sering kali ingat disebut prinsip balas budi.

Orang itu punya kecenderungan membalas kebaikan orang lain.

Sering kali kita melakukan sesuatu apa yang akan kita dapatkan.

Jadi kalau kita ingin mendapatkan sesuatu kebaikan dari orang lain, berikan kebaikan itu terlebih dahulu," jelasnya.

Berikutnya social proof. Kata kuncinya adalah peer power.

"Kalau anda merasa apa yang dilakukan orang seperti kamu, banyak melakukannya, kamu akan terdorong juga untuk melakukannya. Semakin banyak orang, maka akan lebih banyak orang mengikutinya," jelasnya.

Kemudian, apa yang menyebabkan kegagalan orang tua dalam mempersuasi anak?

Pertama, orang tua bisa jadi tidak menguasai caranya (how to). Kedua, orang tua tidak mengenali anaknya.

"Misalnya, saya punya anak, yang pertama, kalau saya mempengaruhi dia, harus melalui ide-ide baru, menarik, menantang. Yang kedua, konkret menarik dan dikaitkan dengan uang, seperti misalnya untuk mendorongnya menjadi penulis, saya katakan, kamu tahu nggak orang yang menulis buku bisa menjadi kaya raya? Dan sebagainya," ujarnya. 

Penyebab kegagalan ketiga adalah orang tuanya nggak punya credibility, tidak walk the talk.

Misalnya meminta anak agar tidur tidak larut malam, tetapi ternyata orang tuanya selalu tidur larut malam.

"Sulit mempersuasi kalau topik yang kita pengaruhi, tidak kredibel," pungkas Hary.*** (mag)

Ilustrasi dialog.(pixabay)

Artikel Lainnya
Artikel
30 Oktober 2025 08:00 WIB
Artikel
28 Oktober 2025 10:00 WIB
Artikel
27 Oktober 2025 12:00 WIB
Tags
lansia
lansia sehat
lansia mandiri
geriatri
mendidik anak
lansia bahagia
merawat lansia
berita lansia