geriatri-id - Mandiri menghadapi pandemi Covid-19 bagi lansia sejatinya bukanlah hal yang menakutkan. Bagi lansia bermental pemenang, saat harus berada di rumah, berada jauh dari anak-anak dan cucu, demi menghindari penularan, bukanlah sesuatu yang terlalu menakutkan.
Psikolog yang juga mantan perwira tinggi TNI Brigjen TNI (Purn.) Irwan Amrun, M.Psi mengatakan, pada tataran fisikal-spiritual, lansia yang mengalami masa-masa pembatasan fisik dan sosial, juga disarankan untuk tetap banyak berpikir, berzikir dan bergerak. Dengan bergerak, kata Irwan, ada hormon-hormon dalam tubuh yang dibangkitkan seperti oksitosin, yang salah satu fungsinya adalah mengatasi rasa stres, memperbaiki mood dan membuat tidur menjadi nyenyak.
Bergerak bisa dilakukan dengan senam yang ramah lansia, jangan seperti misalnya zumba yang untuk anak muda. "Suksesnya kita kan bukan suksesnya anak muda. Harus mengukur kemampuan diri. Umumnya di usia senja kan pinggang kerasa, lutut kerasa, lebih bagus gerak sedikit tapi benar," ujarnya.
Irwan mengaku, saat muda dan masih berpangkat letnan, dia sering melakukan senam militer. "Senam itukan loncat-loncat, (saat itu) kalau saya liat orang taichi, itu nanaonan (apa-apaan)? Nah, pada saat saya sudah berumur, kena vertigo, saya belajar taichi dari dokter Gunawan yang ahli akupunktur, nggak usah loncat loncat taichi aja, malah terbalik liatnya, ngapain loncat-loncat?" ujarnya.
Karena itu, di saat lansia, bergerak yang penting teratur, tidak perlu buru-buru, bernafas dengan benar, menatap dengan benar, menggunakan kekuatan dengan benar. "Kalau yang muda kan biasanya hura-hura, kan memang developmental task. Tapi kalau lansia, sepakbola bisa langsung out," ujarnya
Sementara, dengan berpikir, lansia juga tetap bisa mengembangkan kreativitas mengatasi aktivitas sehari-hari yang saat ini menjadi terbatas. "Stimulasi itu harus dilakukan. Sekarang saya nggak bisa ngantor, biasanya jualan soto sekarang nggak bisa. Mungkin kita bisa bicara, oh anda bisa memasak, sekarang kan jadi modis, cloud kitchen, diajak kita kan hidup di jaman IT sekarang, mau nggak mau tua dan muda harus paham itu, dengan itu kita mengembangkan fleksibilitas, intinya berpikir, berdzikir, bergerak," jelasnya.
Irwan sendiri mengaku, di usianya yang sudah berada di atas 60 tahun, masih terus memotivasi diri untuk menjadi pemenang. Hal itulah yang justru mendorong dia mampu menulis buku "Milikilah Mental Pemenang" justru setelah pensiun dari dinas TNI. "Waktu saya mau menuliskan buku hese pisan (susah sekali-red). Tapi kalau nggak gitu kan nggak akan pernah menuliskan buku. Saya berpikir positif, kamu itu sudah pemenang," demikian kata Irwan, soal kalimat-kalimat motivasi yang sering dia ucapkan ke diri sendiri, sehingga akhirnya terpacu menulis buku.
Dengan berzikir, lansia akan memperoleh ketenangan batin dalam menghadapi kenyataan hidup yang sedang dijalani. Dengan berzikir, lansia akan mampu mensyukuri segala hal yang sudah dia raih dan membangun keteguhan serta resiliensi dalam menghadapi kenyataan.
"Kalau dikaitkan dengan takdir, dia memiliki segala macam hidup yang menjadi pilihan dia, itu semua sudah dilewati. Bagaimana dia membuat happy ending sebagai pemenang, bagi hidupnya. Mungkin batasan toughenss (ketangguhan), resiliens (daya lenting) dia yang mengukur. Apakah dia punya toughness? fleksibiilitas tertentu? Yang pasti harus punya resilience," jelas Irwan.
Dengan mengingat itu semua, maka akan menjadi awareness bagi diri lansia untuk tetap bersemangat, bahwa meski sudah lansia, dia sudah dan mampu mencapai itu semua. "Kalau kita nonton film kita kan sukanya happy ending. Lansia meskipun mati itu tidak selalu tua, tapi lansia itu kan mendekati kematian, nah saat ending lansia akan mendekati peak performance-nya dia kalau dikaitkan dengan mental pemenang," tegas Irwan. (mag)
foto: ilustrasi dukungan lansia (piqsels)