 
		
Oleh: DR. dr. Martina Wiwie S. Nasrun SpKJ(K)
Kita pastinya maklum kalau orang yang sudah tua sering lupa atau pikun. “Namanya juga sudah orang tua, jadi wajar kalau pelupa!” Begitu kira-kira pendapat kebanyakan orang.
Padahal, sebenarnya pikun itu bukan sesuatu yang normal pada lansia (lanjut usia). Dengan kata lain, pikun itu berarti tak normal, meski terjadi pada lansia.
Lalu, kenapa sepertinya sering terjadi pada usia senja? Pasalnya, para lansia secara alamiah memang mengalami penurunan metabolisme, stamina dan kognitifnya.
Namun, bukan berarti pelupa itu hanya terjadi pada saat lansia. Sebenarnya, masalah ini bisa terjadi pada usia dewasa atau muda.
Konon di Indonesia, ada sekitar 1 juta orang yang mengalami pikun. Nah, seiring bertambahnya angka harapan hidup, dimana banyak individu yang berusia lanjut, maka angka kasus pikun juga makin bertambah.
Diperkirakan, pada kalangan usia 80 tahun, perbandingan antara yang pikun dan tak pikun mencapai 1 : 3.
Secara total, jumlah penderita pikun diperkirakan akan naik dua kali lipat setiap 20 tahun. Di seluruh dunia, ada sekitar 7,7 juta kasus penderita pikun baru setiap tahunnya.
Kenali Penyebab Pikun
Lalu, kenapa bisa terjadi pikun? Ada beberapa alasan atau penyebab seseorang bisa mengalami pikun. Di antaranya adalah Alzheimer, stroke, Parkinson dan sebagainya.
Ada berbagai gejala atau tanda yang bisa muncul ketika seseorang mengalami pikun, yaitu seseorang mengalami kesulitan bicara atau berbahasa, sulituntuk mengingat orang atau objek tertentu, kehilangan memori atau ada masalah dalam berpikir bahkan hingga terjadi perubahan pada kepribadian seseorang, baik perilaku, berpikir dan emosinya.
Nah, hal-hal tersebut secara perlahan akan memengaruhi daya kognitif, daya ingat atau proses berpikir seseorang.
Waspada Kerusakan Otak
Nah, salah satu penyebab terjadi pikun adalah alzheimer. Alzheimer ini tak muncul secara tiba-tiba ketika seseorang berusia tua atau lanjut.
Tapi justru, gejala awalnya bisa diketahui atau mucul ketika usia muda atau 20 tahun sebelumnya. ketika itu, gejala memang belum tampak jelas.
Alzheimer terjadi karena adanya kerusakan otak sehingga menimbulkan malfungsi atau hilangnya fungsi otak secara bertahap hingga berujung parah.
Proses kerusakan otak ini bisa berlangsung lama, sekitar 8-10 tahun. Diketahui bahwa sekitar 50-60% orang yang mengalami pikun adalah penderita Alzheimer.
Perlu kita tahu, pada Alzheimer terjadi pengecilan otak karena matinya sel-sel otak. Hal inin bisa terjadi sejak usia muda. Jadi efeknya tidak hanya jadi sering lupa.
Akan tetapi juga terjadi penurunan kemampuan berpikir dan sulit mengambil keputusan.
Bahkan pada penyandang Alzheimer, daya ingat mereka sudah hilang sama sekali, terutama ingatan-ingatan yang baru.
Jaga Kesehatan Fisik dan Mental
Untuk mencegah agar tidak mengalami Alzheimer maka kita perlu menjaga kesehatan fisik dan mental.
Dalam hal ini, menerapkan gaya atau pola hidup sehat menjadi sangat penting. Di antaranya, mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, berolahraga secara teratur, cukup istirahat atau tidur, aktif dalam kehidupan sosial dan memiliki manajemen stres yang baik.
Bagi yang memiliki faktor genetik atau riwayat keluarga mengalami Alzheimer harus lebih waspada. Kenapa? Karena faktor keturunan ini juga cukup berperan.
Masalah alzheimer ini perlu dipahami karena tak hanya berefek pada penderitanya. Bahkan, anggota keluarga lain juga akan mengalami dampaknya.
Tak semata-mata dari efek terhadap faktor ekonomi, akan tetapi juga anggota keluarga sering disebut sebagai pasien kedua. Artinya, kesehatan mental anggota keluarga juga perlu diperhatikan.
Pasalnya, untuk merawat pasien Alzheimer perlu wawasan, kesabaran dan menyita waktu yang cukup banyak.
Ada berbagai upaya yang harus dilakukan untuk menangani masalah Alzheimer ini untuk memperlambat perburukan masalah.
Satu yang perlu diingat, setiap orang berpotensi mengalami Alzheimer, apalagi bila memang ada faktor keturunan atau genetik serta usia. Meski tak diketahui secara pasti penyebabnya.
Namun, bila gejala dapat dikenali sejak awal atau dini, terutama di usia muda, proses perburukan yang mungkin terjadi bisa dihambat.
Dengan begitu, ketika kelak lansia, masih bisa berpikir jernih, tidak mengalami penurunan daya ingat yang parah dan sebagainya. Makanya penting untuk mendeteksi dini.
Bila diketahui ada kemungkinan gejala yang mencurigakan, tak ada salahnya untuk segera berkonsultasi dengan dokter.***(hil)
Foto : freepik.com