Geriatri.id - Anda pasti tak asing lagi dengan kebiasaan orang Indonesia minum teh.
Indonesia merupakan 7 negara penghasil teh terbesar di dunia --nomor satunya China--sehingga teh begitu memasyarakat di Indonesia.
Nah, ini kabar baik bagi peminum teh. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa minum teh setiap hari secara konsisten tetap menjadi faktor pencegahan yang signifikan terhadap gejala depresi.
Depresi adalah gangguan mental paling umum yang dihadapi orang tua. Sekitar 7 persen penduduk di atas usia 60 di seluruh dunia mengalami depresi.
Banyak penelitian yang mengeksplorasi faktor-faktor risiko untuk depresi lansia, termasuk biomarker, karakteristik perilaku, status sosial ekonomi, struktur keluarga, pengaturan hidup, dan lingkungan masyarakat.
Di antara faktor-faktor ini, minum teh --minuman non-alkohol paling populer di dunia-- menarik perhatian para peneliti.
Perdebatan utama tentang manfaat teh daripada kesehatan mental adalah apakah dampak potensial berasal dari komponen biokimia teh atau konteks sosial minum teh?
Dalam studi tersebut, Feng Qiushi, associate professor di National University of Singapore Sociology, dan timnya mengontrol kovariat yang dapat memiliki hubungan yang signifikan dengan depresi lansia.
Mereka melihat data nasional dari Tiongkok, melalui Chinese Longitudinal Healthy Longevity Survey (CLHLS) 2005-2014. Para peneliti menganalisis data dari lebih dari 13.000 peserta lansia.
Faktor-faktor yang mereka perhitungkan termasuk: usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan, status perkawinan, dan status pensiun.
Mereka juga mempertimbangkan kondisi gaya hidup dan kesehatan. Apakah para lansia merokok, minum alkohol, aktivitas hidup sehari-hari mereka, dan fungsi kognitif.
Terakhir, mereka memeriksa keterlibatan sosial para lansia seperti bermain kartu atau mahjong, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, dan bepergian.
Dalam semua kasus yang diukur, minum teh setiap hari secara konsisten tetap menjadi faktor pencegahan yang signifikan terhadap gejala depresi.
Kehidupan kota, tingkat pendidikan, status perkawinan, kecukupan ekonomi, kesehatan yang lebih baik, dan keterlibatan dalam kegiatan sosial juga terkait dengan gejala yang kurang depresi.
Ketika membagi kelompok berdasarkan usia dan jenis kelamin, para peneliti menemukan bahwa hubungan antara minum teh dan gejala yang kurang depresi hanya signifikan untuk laki-laki berusia 65-79 tahun.
“Sangat mungkin bahwa manfaat dari minum teh lebih jelas untuk tahap awal kerusakan kesehatan. Diperlukan lebih banyak penelitian terkait dengan masalah ini, ” kata Feng.
Korelasi antara minum teh dan gejala-gejala depresi ini bukan bukti hubungan itu bersifat kausatif. Feng mengatakan, “Minum teh secara konsisten dan sering dapat secara efektif mengurangi risiko gejala-gejala depresi untuk lansia Tiongkok. Promosi gaya hidup tradisional minum teh bisa menjadi cara yang hemat biaya menuju penuaan yang sehat untuk Tiongkok.”
Pada bulan Juni 2017, Feng Lei, asisten profesor di departemen kedokteran psikologis, dan timnya memiliki makalah di Jurnal Pencegahan Penyakit Alzheimer yang secara khusus memeriksa warga Singapura menggunakan data dari Diet and Healthy Aging Study (DaHA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi teh jangka panjang terkait dengan penurunan gejala depresi dan kecemasan di kalangan warga Singapura.
Langkah selanjutnya, para peneliti akan membedah lagi teh berdasarkan jenisnya. "Sehingga kita bisa melihat jenis teh yang benar-benar berfungsi untuk mengurangi gejala depresi," kata Feng.***
Ymr | Foto: Pixabay