Kembali
×
Berhenti Merokok Kurangi Risiko Diabetes? Ini Hasil Penelitiannya
19 April 2024 08:49 WIB

Geriatri.id - Berhenti merokok dapat menurunkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 antara 30-40 persen. Demikian hasil penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Federasi Diabetes Internasional (IDF), dan University of Newcastle, Australia.  

Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia, termasuk dari kalangan lansia.  

Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, jumlah penduduk lansia atau sekitar 11,75% dari populasi. Dari jumlah itu, lansia yang memiliki kebiasaan merokok 23,91%. 

Dari persentase lansia perokok tersebut, 21,79% orang diantaranya melakukannya setiap hari dan 2,13% tidak setiap hari.

Manurut laporan Statistik Penduduk Lanjut Usia 2023, lansia yang merokok setiap hari lebih berisiko terkena penyakit dibanding mereka yang tidak pernah merokok.

Persentase lansia yang tidak pernah merokok 74,06% pada tahun 2023. Sementara 2,03% lansia memutuskan tidak merokok lagi.

Persentase lansia laki-laki perokok 48,20%. Sedangkan persentase lansia perempuan perokok 1,75%.

Presiden IDF Akhtar Hussain dalam rilis WHO pada 14 November 2023 sangat menganjurkan masyarakat untuk berhenti merokok untuk mengurangi risiko diabetes dan, jika mereka menderita diabetes, membantu menghindari komplikasi. 

"Kami menyerukan kepada pemerintah untuk memperkenalkan langkah-langkah kebijakan yang akan mencegah orang merokok dan menghilangkan asap tembakau dari semua ruang publik,” ujarnya. 

IDF memperkirakan 537 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes. Jumlah ini terus meningkat dan menjadikan diabetes sebagai penyebab kematian kesembilan secara global.

Menurut WHO, diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. 

Insulin adalah hormon yang mengatur glukosa darah. Hiperglikemia atau peningkatan gula darah adalah efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan dapat menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah.


WHO menjelaskan, ada dua jenis diabetes yang umum dikenal, yakni tipe 1 dan 2.

Diabetes tipe 2 mempengaruhi cara tubuh menggunakan gula sebagai energi. Jika tidak diobati, penyakit ini menghentikan tubuh menggunakan insulin dengan benar yang dapat menyebabkan tingginya kadar gula darah. 

Diabetes tipe 2 sebagian besar dapat dicegah dan, dalam beberapa kasus berpotensi disembuhkan. 

Diabetes tipe 1 ditandai kurangnya produksi insulin sehingga memerlukan pemberian insulin setiap hari.

WHO mencatat, diabetes tipe 2 adalah salah satu penyakit kronis paling umum di dunia, mencakup lebih dari 95 persen dari seluruh kasus diabetes. 

Diabetes tipe 2 merupakan faktor penyebab utama kondisi kesehatan yang parah, seperti kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, stroke, dan amputasi anggota tubuh bagian bawah. Meskipun demikian, diabetes jenis ini dapat dicegah.

IDF dan WHO menemukan hubungan diabetes dan kebiasaan merokok pada pankreas. Di pankreas ada sel β (beta) yang bertanggung jawab untuk sintesis dan sekresi insulin. 

Sejumlah penelitian menunjukkan nikotin, salah satu komponen sangat beracun dalam tembakau, merusak fungsi dan massa sel dan pada gilirannya mempengaruhi produksi insulin dan regulasi produksi glukosa, sehingga berperan penting dalam timbulnya diabetes tipe 2. 

Hasil penelitian mereka menemukan bahwa berhenti merokok akan menurunkan risiko terkena diabetes tipe 2 sebesar 30-40 persen dibandingkan dengan orang yang tidak merokok dan meningkatkan pengelolaan kondisi kronis ini.

Penelitian IDF juga menemukan penggunaan rokok tanpa asap secara berlebihan atau dalam jumlah besar juga meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2. 

Hal ini konsisten dengan fakta bahwa penggunaan tembakau tanpa asap menyebabkan kecanduan nikotin dan nikotin yang terkandung di dalamnya berkontribusi terhadap perkembangan diabetes tipe 2 dan kondisi kesehatan terkait lainnya.

Peneliti IDF dan WHO mencatat penggunaan tembakau merupakan faktor risiko signifikan terhadap penyakit kardiovaskular, yang merupakan komplikasi penting dari diabetes tipe 2, terkait dengan timbulnya komplikasi mikrovaskuler secara dini dan dapat memperburuk komplikasi akibat diabetes tipe 2. 

Penggunaan tembakau juga dapat menyebabkan kerusakan saraf, yang menyebabkan neuropati diabetik (komplikasi diabetes melitus pada ginjal) yang dapat berakhir pada gagal ginjal.


Disertasi Nisrina Sari di Universitas Sumatera Utara membandingkan kadar gula darah pada kelompok penderita diabetes melitus yang merokok dan tidak. 

Hasilnya menunjukkan kadar glukosa darah saat puasa, setelah makan siang, dan kadar glukosa yang menempel pada hemoglobin (HbA1c) lebih tinggi pada kelompok perokok yang masing-masing sebesar 64 mg/dl, 58,00 mg/d, dan 0,39 persen dibandingkan dengan kelompok tidak merokok.

WHO juga menekankan kebiasaan merokok meningkatkan risiko komplikasi terkait diabetes seperti penyakit kardiovaskular, gagal ginjal, dan kebutaan. 

Merokok juga memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan risiko amputasi anggota tubuh bagian bawah sehingga memberikan beban yang signifikan pada sistem kesehatan.

Direktur Promosi Kesehatan WHO Ruediger Krech mengatakan para profesional kesehatan berperan penting dalam memotivasi dan membimbing individu dengan diabetes tipe 2 dalam perjalanan mereka untuk berhenti merokok.

"Pada saat yang sama, pemerintah harus mengambil langkah penting memastikan semua tempat umum dalam ruangan, tempat kerja, dan transportasi umum benar-benar bebas rokok. Intervensi ini merupakan perlindungan penting terhadap permulaan dan perkembangan penyakit ini dan banyak penyakit kronis lainnya," katanya.***

*Ilustrasi - Wapadai bahaya rokok.(Pixabay)***

Video Lansia Online

Artikel Lainnya
Artikel
28 Oktober 2025 10:00 WIB
Artikel
27 Oktober 2025 12:00 WIB
Artikel
28 Oktober 2025 08:00 WIB
Artikel
27 Oktober 2025 07:00 WIB
Tags