Geriatri.id - Stroke adalah penyakit pembuluh darah otak. Definisi WHO, stroke adalah suatu keadaan dimana ditemukan tanda-tanda klinis yang berkembang cepat berupa defisit neurologik fokal dan global.
Kondisi ini dapat memberat dan berlangsung lama selama 24 jam atau lebih dan atau dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.
Stroke terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau pecah. Akibatnya sebagian otak tidak mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan sehingga mengalami kematian sel/jaringan.
Stroke dibagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu:
a. Stroke hemoragi
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan perdarahan intra serebral atau perdarahan subarachnoid karena pecahnya pembuluh darah otak pada area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak.
Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala neurologic dengan cepat karena tekanan pada saraf di dalam tengkorak, ditandai dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernafasan cepat, pupil mengecil, kaku kuduk dan hemiplegi.
Baca Juga: 5 Pertanyaan Mengenai Hipertensi
b. Strok iskemik
Strok iskemik adalah stroke yang disebabkan suatu gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan.
Stroke ini ditandai dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan disfagia.
Penyebab stroke
Stroke biasanya diakibatkan salah satu dari empat kejadian di bawah ini:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama thrombosis yang merupakan penyebab utama dari strok.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau matetrial yang lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak.
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Faktor risiko stroke
Faktor risiko terjadinya stroke dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko tidak dapat dimodifikasi
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: faktor genetik, ras, usia, jenis kelamin dan riwayat stroke sebelumnya.
Orang yang memiliki anggota keluarga pernah mengalami stroke , berisiko tinggi terserang stroke.
Ras kulit hitam lebih sering mengalami hipertensi dari pada ras kulit putih, sehingga ras kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke.
Dengan bertambahnya usia, seseorang memiliki risiko stroke lebih tinggi dibandingkan orang lebih muda.
Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke dibandingkan perempuan, hal ini terkait kebiasaan merokok.
Seseorang yang pernah mengalami stroke dikenal dengan Transient Ischemic Attack (TIA) juga berisiko tinggi mengalami stroke. Sebanyak 25% kejadian stroke ditandai serangan TIA.
b. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas (kegemukan), hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat serta pola hidup tidak sehat.
Secara tidak langsung, obesitas memicu terjadinya stroke dengan perantara sekelompok penyakit yang ditimbulkan akibat obesitas.
Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya stroke. Beberapa studi menunjukkan manajemen penurunan tekanan darah dapat menekan risiko stroke 41%.
Hiperlipidemia atau kondisi yang ditandai tingginya kadar lemak di dalam darah dapat memicu terjadinya sumbatan pada aliran darah.
Individu yang merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke karena memicu terbentuknya plak dalam pembuluh darah.
Faktor-faktor di atas dapat diubah untuk menurunkan risiko stroke dengan menerapkan pola hidup sehat.
Tanda dan gejala stroke
Menurut Smeltzer dan Bare (2012) dan Misbach (2007) tanda dan gejala dari stroke adalah hipertensi, gangguan motorik berupa hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegi (kelumpuhan salah satu alat tubuh), gangguan sensorik, gangguan visual, gangguan keseimbanganm nyeri kepala (migraine atau vertigo), mual muntah, disatria (kesulitan berbicara), perubahan mendadak status mental dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Penanganan stroke
a. Fase akut
Fase akut stroke berakhir 48-72 jam. kondisi pasien sadar penuh saat masuk rumah sakit mempunyai prognosis lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang baik.
b. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi sebelum stroke. Program pada fase ini bertujuan mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien stroke sehingga pasien mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara adekuat.
c. Kemampuan activity daily living (ADL) pasien stroke
Gangguan akibat stroke sering menimbulkan gejala sisa berupa hemiplegi (kelumpuhan pada setengah anggota tubuh) dan hemiparesis (kelemahan otot) yang dapat menjadi kecacatan menetap.
Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari setelah stroke merupakan fokus utama rehabilitasi stroke fase rehabilitasi.
Baca Juga: 14 Sindrom Geriatri yang Sering Dikeluhkan Lansia
Pada saat rehabilitasi pasien dapat dirawat di rumah sakit, pusat rehabilitasi maupun di rumahnya sendiri bergantung pada beberapa faktor, termasuk status ketergantungan pasien stroke.
Pasien stroke yang akan kembali ke rumah seharusnya dimotivasi untuk mengerjakan aktivitas perawatan dirinya sendiri semampunya.
Setidaknya nereka dapat melakukan ADL dasar seperti makan, berpakaian, mandi, berdandan, toileting.
Pasien juga disarankan menggunakan kedua sisi tubuh dalam melakukan ADL.
Contohnya apabila sisi kiri yang terkena, pasien dapat diajarkan menggunakan tangan kanannya melakukan semua aktivitas dengan tetap mencoba untuk menyertakan tangan kiri dalam beraktivitas.
Semakin cepat dibiarkan untuk melakukan aktivitas sendiri, pesien akan menjadi mandiri.***
Ilustrasi - Awas stroke mengancam.(Pixabay)
Video Lansia Online