Penulis: Husna Sabila
Geriatri.id - Menjalin komunikasi yang hangat dengan lansia dapat menjadi salah satu upaya untuk mencegah mereka dari perasaan tersisihkan serta kesepian.
Akan tetapi, berkomunikasi dengan lansia memiliki kekhasan dan tantangan tersendiri.
Beberapa faktor yang bisa menjadi kendala dalam berkomunikasi dengan lansia adalah penurunan fokus pada lansia, penurunan kemampuan indera baik mata maupun telinga, serta kendala psikologis seperti lansia yang mudah tersinggung dan cepat bosan.
Oleh karena itu, untuk dapat melakukan obrolan ringan yang hangat dengan lansia, keluarga Indonesia perlu memperhatikan beberapa hal agar obrolan tersebut berjalan lancar dan menyenangkan bagi kedua pihak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika mengobrol dengan lansia yaitu:
Pastikan melakukan obrolan di saat yang tepat dan memulainya dengan nyaman
Pada beberapa kondisi seperti ketika berada di lingkungan yang sangat berisik, pembicaraan yang cukup panjang akan dirasa cukup sulit bagi lansia, khususnya jika mereka memiliki penurunan fungsi pendengaran.
Tidak semua lansia memiliki gangguan pendengaran
Berbicara dengan lansia memang seharusnya tidak dilakukan dengan tempo yang cepat, tetapi bukan juga berarti harus berlambat-lambat, atau sampai mengeja kata per kata.
Hal itu justru bisa melukai perasaan lansia. Intinya adalah bicara dengan intonasi yang jelas, kecepatan normal yang dapat diikuti, dan upayakan dengan gaya bahasa sesuai dengan keadaan lansia.
Baik pendamping dan keluarga perlu mengingat komunikasi adalah sebuah proses yang berlangsung secara dua arah
Ketika mengadakan obrolan dengan lansia, keluarga dan caregiver perlu memahami bahwa lansia pun ingin didengar dan memiliki kesempatan untuk berbicara.
Ketika obrolan hanya berlangsung satu arah dari pihak kita saja, maka lansia akan cenderung lebih mudah bosan dan tidak tertarik mengikuti alur pembicaraan.
Berikan lansia banyak waktu untuk berbicara
Ketika mengobrol dengan lansia, kita perlu menyadari bahwa lansia memiliki kebutuhan untuk didengar baik kisahnya maupun petuah yang mereka sampaikan.
Meskipun mungkin cerita mereka terkadang berulang, caregiver dan keluarga yang mendengarkan perlu dapat memaklumi hal tersebut dan memberikan keluangan waktu agar mereka dapat menyampaikan apa yang ingin mereka utarakan hingga selesai.
Keluarga dan caregiver agar memberikan respons yang ‘terlihat’
Dengan begitu, lansia dapat menyadari pembicaraan mereka memang didengarkan dengan baik.
Kita dapat menggangguk, atau memberi respons sesuai jalan cerita lansia.
Misalnya, tertawa ketika terdapat hal lucu, tersenyum, dan lain sebagainya.
Pendamping lansia dapat berupaya untuk menggali cerita lansia
Adakalanya lansia perlu “dipancing” terlebih dulu sebelum dapat mengobrol dengan lancar.
Untuk memancing lansia lebih banyak bicara, keluarga dapat membuka dengan memberi respons pertanyaan, “oh ya, bagaimana ceritanya?”, “lalu selanjutnya seperti apa, Pak/Bu?”, atau “dulu, Oma/Opa seperti apa waktu kejadian itu?”
Melakukan pembicaraan dengan ‘sejajar’.
Ketika mengobrol dengan lansia, kita perlu menjaga agar posisi ketika berbicara sejajar dengan posisi lansia.
Sebagai contoh, saat lansia duduk, maka pendamping dan keluarga Indonesia yang berbicara dengan lansia pun sebaiknya berada di posisi yang sama dan tidak berdiri.
Memulai pembicaraan dengan hal hal yang menyenangkan
Ciptakan suasana yang gembira saat mengobrol.
Hindari kenangan-kenangan yang memalukan bagi lansia.
Perlu diingat, meskipun berbicara dan mengobrol dengan lansia tampaknya memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan, namun upaya ini akan memberikan banyak manfaat khususnya bagi kesejahteraan psikologis—yang akan berdampak pada kesehatan lansia secara keseluruhan—serta dapat menghindarkan lansia dari berbagai perasaan negatif seperti kesepian, jenuh, dan merasa terasing.
Jadi, jangan lupa untuk sering memperhatikan lansia dan mengobrol dengan mereka ya, keluarga Indonesia!***