Penulis: Husna Sabila
Geriatri.id - Salah satu gangguan yang kerap dijumpai pada lansia adalah delirium. Namun sayangnya, pengetahuan masyarakat yang minim akan hal ini menyebabkan banyak kasus delirium yang kurang tertangani dengan baik khususnya saat terjadi di rumah.
Oleh karena itu, pengetahuan dasar mengenai delirium penting untuk diketahui oleh keluarga Indonesia agar bisa lebih sigap ketika permasalahan tersebut muncul pada lansia.
Dalam dunia medis, delirium adalah gangguan yang berkaitan dengan keadaan mental yang abnormal.
Gangguan ini berupa penurunan kemampuan memusatkan pikiran atau berkonsentrasi, disorientasi, menjadi linglung, dan tidak dapat berpikir secara jernih.
Delirium bukanlah suatu jenis penyakit, akan tetapi sebuah kondisi mental abnormal yang biasanya terjadi secara tiba-tiba dan bersifat sementara.
Dalam artikel dan jurnal ilmiah, delirium memiliki beberapa sebutan lain seperti acute confusion, reversible dementia, dan juga dysergasticreaction..
Namun semua istilah tersebut merujuk pada kondisi yang sama, yaitu gangguan mental dan kognitif di mana seseorang akan mengalami kebingungan dan penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar mereka.
Studi di Amerika Serikat menyebutkan, setidaknya 5-10% lansia berusia di atas 65 tahun yang dirawat di rumah sakit mengalami delirium, dan angka tersebut meningkat menjadi 20% untuk pasien lansia yang berusia di atas 75 tahun.
Sayangnya, gejala yang kurang khas pada delirium ini menyebabkan penanganan yang kurang cepat dan tepat. Padahal, pada lansia delirium ini dapat menjadi ‘gejala awal’ atau permasalahan awal dari masalah-masalah kesehatan lain yang lebih serius (pubmed central-NCBI Journal).
Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi penyebab delirium, yaitu efek dari obat-obatan tertentu, faktor usia dan penurunan fungsi yang dialaminya, kerusakan dan gangguan otak, infeksi akut seperti demam, konsumsi alkohol, diabetes, kanker, stroke, stres, dan penyebab lain yang lebih spesifik.
Untuk mengetahui informasi mengenai hal-hal apa saja yang dapat menjadi penyebab ataupun menjadi faktor risiko delirium, jangan ragu untuk menanyakannya dengan dokter yang biasa menangani lansia.
Klasifikasi delirium pada lansia umumnya terbagi menjadi 3, yaitu delirium hipoaktif, delirium hiperaktif, dan delirium campuran. (Pada beberapa literatur dibagi menjadi 4, satu jenis lainnya merupakan delirium yang disebabkan oleh berhentinya seseorang dari mengonsumsi alkohol secara rutin).
Delirium Hipoaktif
Delirium hipoatif memiliki gejala di mana lansia yang mengalaminya akan cenderung menjadi lesu, diam, tampak linglung, dan rasa mengantuk yang tidak wajar.
Tanda lain adalah lansia cenderung melambat kecepatan bicaranya, serta jumlah kata atau kemampuan berbicara yang menurun.
Jenis delirium ini adalah yang tersering terjadi, namun kerap kali disamakan dengan gangguan kesehatan lain.
Menurut Christian Hosker dan David Ward dari departemen Psikiatri Leeds Inggris, delirium jenis ini sering disalahartikan sebagai demensia pada lansia. Padahal jenis ini memiliki kecenderungan yang lebih buruk terhadap kualitas hidup dan kematian.
Delirium Hiperaktif
Delirium jenis hiperaktif adalah jenis yang paling mudah ‘terlihat’, karena keributan yang biasanya diciptakan oleh lansia yang mengalaminya.
Umumnya orang yang mengalami delirium hiperaktif akan merasa gelisah, mood yang berubah menjadi tidak nyaman, halusinasi, agitasi, berteriak-teriak, dan melakukan penolakan ketika akan diberikan perawatan.
Delirium Campuran
Delirium jenis ini merupakan campuran antara gejala delirium hipoatif dan hipekatif. Orang yang mengalami delirium jenis ini akan menunjukan perubahan dari gejala delirium hipoaktif menjadi delirium hiperaktif, ataupun sebaliknya.***
Baca juga
Beda Lupa (Biasa) dengan PIkun
Musik Bantu Kembalikan Ingatan Penderita Demesia
5 Pertanyaan Mengenai Hipertensi
Video Lansia