Oleh: dr. Ika Fitriana, Sp.PD., K-Ger.
Geriatri.id - FRAILTY atau kerentaan/kerapuhan akan menjadi sebuah momok untuk lansia. Di Asia, dengan angka lansia paling tinggi peningkatannya, kerentaan akan menjadi beban untuk pemerintah. Sebab, lansia yang renta membutuhkan perawatan lebih intensif, dan itu berarti akan menghabiskan biaya lebih besar dari negara dan juga keluarga. Belum lagi, anggota keluarga yang bisa saja menjadi tulang punggung keluarganya harus tersita waktunya karena tak bisa bekerja maksimal demi merawat orangtuanya yang sudah renta.
Ketika pertama kali istilah frailty diperkenalkan oleh Linda P. Fried, yang dimaksud adalah renta secara fisik. Langkah yang pelan, otot yang mengisut, merupakan ciri-ciri kerentaan yang sudah kasat mata. Namun demikian, para ahli mulai mengembangkan topik-topik kerentaan yang tak melulu fisik tapi juga renta sosial, renta psikologis, dan juga renta kognitif.
Sejak dimulainya definisi renta sebagai suatu akumulasi defisit oleh Kenneth Rockwood, kerentaan mulai dipandang dari berbagai aspek. Hidup sendiri dan tak mampu berpartisipasi secara sosial, mengindikasikan seorang lansia mulai mengalami kerentaan sosial. Ketidakmampuan mengingat jangka pendek dan mengeksekusi keputusan mungkin sudah menjadi awal dari kerentaan kognitif. Alhasil, kerentaan fisik hanyalah sebuah bagian, dan sebenarnya sudah terlambat saat terdeteksi.
Beberapa dekade lalu Jepang sudah mulai mengkhawatirkan generasi mereka yang semakin tua. Dengan angka lansia yang sudah melebihi 25 persen, Jepang saat ini menghadapi tantangan populasi warga lansia yang kian banyak. Pun halnya dengan China. Tak jarang mereka saat ini berhadapan dengan lansia yang sangat tua, usia 90 tahun bahkan di atas 100 tahun. Mereka mulai semakin serius melakukan penelitian-penelitian untuk kelompok yang sangat tua ini, dan berani mengklaim bahwa di masa depan, akan mungkin ditemukan lansia-lansia yang usianya mendekati 200 tahun.
Menurut data global, di tahun 2050 mendatang 1 dari 5 orang di dunia adalah lansia, dan Asia adalah populasi yang paling spektakuler pertumbuhannya. Untuk Indonesia, Biro Pusat Statistik (BPS) melaporkan ada sekitar 29 juta penduduk lanjut usia di tahun 2021, atau setara dengan 10,82% dari total penduduknya.
Sekarang kita mungkin masih abai, tapi 10 sampai 20 tahun kemudian, kitalah yang akan menyumbang kelanjutusiaan ini. Jika kita mencintai anak-anak kita, dan mencintai orangtua kita, kepedulian terhadap kesehatan lansia adalah suatu hal yang sudah harus mulai diprioritaskan.
Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah kerentaan bisa dicegah? Bisakah kita terlindung dari kondisi ini? Kunci yang melindungi dari kerentaaan, menurut Prof. Tiemei Zhang, Kepala Beijing Institute of Geriatrics, pada acara Asia Conference of Frailty and Sarcopenia 2018 adalah:
1. Healthy lifestyle, yang antara lain ditunjukkan dengan makan tak berlebihan dan memelihara aktivitas fisik. Dari banyak penelitian pada hewan, restriksi atau membatasi kalori makanan secara jangka panjang dapat memperpanjang umur dan mencegah dari kerentaan.
2. Pendidikan alias belajar terus. Belajar terus akan menstimulasi sel-sel saraf dan hal ini terbukti mengurangi risiko pikun. Dengan pendidikan, motivasi dan visi tetap terjaga. Hal ini merupakan obor yang menyalakan langkah-langkah meskipun usia mulai lanjut.
3. Mentality atau positive thinking. Depresi telah ditengarai banyak penelitian meningkatkan risiko renta. Menjadi orang yang selalu positif, selalu bangkit jika ada kesulitan, ternyata meningkatkan energi tubuh untuk terus aktif dan produktif.
JIka kita menjadi tua, semoga kita menjadi tua yang sehat, tidak renta kognitif, tidak renta sosial, apalagi fisik. Karena tua yang sehat dan produktif artinya kita mempersiapkan masa tua tanpa membebani anak cucu kita. Dan mennadi tua yang aktif dan produktif adalah suatu keniscayaan.
Keep positive, stay active.
==
*Penulis adalah seorang Konsultan Geriatri dan pemerhati lansia, tinggal di Bekasi.
**Redaksi menerima kiriman artikel terkait kelanjutusiaan. Kirim melalui email ke alamat redaksi@geriatri.id
Video Lansia
BACA JUGA
Penduduk Lansia Kian Banyak, Apa Strategi Pemerintah?
Sekolah untuk Lansia, karena Belajar Tak Mengenal Usia
Jangan Tunggu Sampai Tua, Kesehatan Otak Bisa Dijaga Sejak Dini