Inkontinensia urin atau yang sering disebut mengompol bukan sekadar persoalan ringan. Menurut laporan terkini, penelitian dari Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA) pada 2020 menunjukkan bahwa dari 585 responden, sebanyak 11,6 % mengalami inkontinensia urin. Dengan kata lain, sekitar satu dari sepuluh orang menghadapi tantangan dalam mengontrol fungsi kemih, yang tentu mempengaruhi kualitas hidup dan bahkan menambah beban biaya kesehatan.
Ahli Geriatri dr. Ika Fitriana Sp.PD-K.Ger menjelaskan bahwa penyebab mengompol pada lansia terbagi menjadi dua mekanisme utama. Mekanisme pertama adalah kegagalan menyimpan urin, yang bisa muncul karena kandung kemih menjadi terlalu aktif atau otot penahan urin melemah. Mekanisme kedua adalah kegagalan mengosongkan urin, yang terjadi bila kontraksi otot melemah atau saluran kemih mengalami hambatan. Dalam banyak kasus, inkontinensia muncul secara akut — misalnya akibat infeksi saluran kemih, konstipasi, efek obat, atau produksi urin berlebih — namun pada kasus lain, ia bisa menetap dalam bentuk stress incontinence, urge incontinence, overflow, functional, atau tipe campuran.
“Jangan menunggu sampai mengompol baru bertindak,” tegas dr. Ika. Ia mengimbau agar pencegahan dilakukan sejak dini melalui penguatan otot panggul — contohnya senam Kegel — tetap aktif secara fisik, serta meninjau kembali penggunaan obat yang mungkin memicu inkontinensia. Selain itu, konsumsi minuman dengan kandungan gula atau kafein sebaiknya dikurangi; menjaga kesehatan mental dan kebiasaan buang air kecil yang teratur juga sangat penting untuk menjaga fungsi kandung kemih.
Lansia yang mulai mudah mengompol kerap menunjukkan gejala tidak langsung. Mereka mungkin sering terbangun malam hari, enggan bepergian karena takut tak sempat ke kamar mandi, atau bahkan menolak minum demi menghindari insiden. Bau yang tak hilang dari pakaian atau sprei juga bisa menjadi petunjuk kuat bahwa inkontinensia urin telah lama terjadi namun belum tertangani.
Penanganan kondisi ini sangat bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Bila infeksi menjadi akar masalah, maka strategi utama adalah menjaga kebersihan, tidak menahan buang air kecil, dan memastikan fungsi usus lancar. Pola makan dan jenis cairan yang dikonsumsi harus diperhatikan, serta pasien harus berkonsultasi dengan dokter agar dipetakan terapi yang tepat. Dalam kasus inkontinensia yang bersifat menetap, penggunaan popok dewasa yang tepat bisa menjadi solusi agar lansia tetap nyaman dan menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa rasa malu.
Penjelasan dr. Ika Fitriana disampaikan saat diundang sebagai narasumber dalam sesi talkshow bertema “Rahasia Lansia Tetap Happily Aktif Tanpa Khawatir Beser”. Acara menjadi bagi dari event Wings Care yang meluncurkan Happily, popok celana dewasa dengan teknologi 3-in-1 di Plaza Sudirman GBK, Jakarta, Hari minggu (12/10)
Narasumber lainnya, aktris golden age Debby Sahertian yang juga duta popok Happily sempat merasa minder karena harus menggunakan popok dalam beraktivitas.
“Dulu tuh Eike (Aku) sempat mikir, pakai popok dewasa itu bikin malu. Eike takut kalau orang lain tahu, jadi ngerasa tidak bebas. Tapi setelah ketemu Happily, mindset Eike langsung berubah. Karena pakai Happily dan cucok (cocok), jadi ke mana-mana seperti jalan pagi bareng teman, ikut arisan, bahkan ibadah pun tidak takut bocor. Pokoknya, golden age itu bukan waktunya minder, tapi waktunya tetap aktif and happy!,” ungkap Debby.
Pasar di Indonesia kini tengah diramaikan dengan kebutuhan produk higienis sekali pakai (disposable hygiene products) termasuk popok. Produk untuk lansia menjadi salah satu segmen pertumbuhan dalam pasar keseluruhan dan tengah tumbuh.