geriatri.id - Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit kulit kronis yang dapat menyerang semua umur mulai bayi hingga lansia, baik laki-laki maupun perempuan. DA menyebabkan kulit meradang, gatal, kering, pecah-pecah.
Dalam keterangan tertulis, Kamis (15/8/2019), data World Allergy Organization menyebutkan di tahun 2018 prevalensi penderita DA pada anak 5-30 persen dan dewasa 1-10 persen dari populasi dunia.
Dokter Spesialis Kulit Klinik Pramudia, dr. Anthony Handoko, SpKK, FINDV, menjelaskan DA merupakan penyakit kulit yang dapat disebabkan sejumlah faktor, antara lain cuaca panas, perubahan cuaca, keringat, debu, daya tahan menurun, stres, dan gigitan seranggga. Secara umum penderita DA memiliki kulit kering dengan gejala utama merah dan gatal sehingga sering disebut eczema atau eksim.
Prevalensi DA pada anak 15-20 persen dari penderita secara global dengan insiden tertinggi 85-95 persen. Untuk di Indonesia, prevalensi DA pada anak sekitar 23,67 persen.
Sedangkan faktor risiko DA pada lansia dan dewasa antara lain udara panas, sinar matahari, keringat tubuh, debu berlebih, bahan pakaian polyester dan wool, jenis kelembaban sabun, stres, premenstrual, makanan tertentu, bahan deterjen dan menggunakan sesuatu dari bahan logam imitasi, karet dan plastik.
Pada prinsipnya, pasien lansia dan dewasa akan merasakan gejala gatal kronis dengan variasi ringan sampai berat yang menimbulkan ruam dan dapat ditemukan di muka, leher, punggung, tungkai, lipatan lengan. Hal ini tentu sangat mengganggu bagi kehidupan sosial karena akan menimbulkan rasa gatal dan tidak nyaman.
Lansia lebih rentan terkena DA dibanding orang dewasa. Hal ini karena kulit yang lebih tipis dan menurunnya daya tahan kulit sehingga regenerasi lebih rendah ditambah sistem kekebalan tubuh yang rendah. Untuk penanganan bagi lansia dibutuhkan peran keluarga atau pengasuh yang memahami DA.
Foto: Ilustrasi lansia (Pexels)