Kembali
×
Mengapa Hipertensi Disebut 'Silent Killer' yang Terabaikan?
14 Mei 2024 21:55 WIB

Geriatri.id - Hipertensi atau tekanan darah tinggi disebut sebagai 'silent killer' karena sering tanpa keluhan sehingga penderitanya tidak tahu kalau mengidap hipertensi. 

Penyakit ini telah menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di kalangan lanjut usia (lansia) di dunia.

Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin. Penderita baru menyadarinya ketika sudah terdapat penyakit penyulit atau komplikasi dari hipertensi. 

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. 

Peningkatan tekanan darah dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (stroke) jika tidak dideteksi dini dan mendapat pengobatan memadai. 

Baca Juga: 14 Sindrom Geriatri yang Sering Dikeluhkan Lansia

Di Indonesia, hipertensi masih menjadi tantangan besar karena sering ditemukan pada tingkat pelayanan kesehatan primer. 

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2018 menunjukkan hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi tinggi, sebesar 34,1%. 

Hipertensi seperti fenomena gunung es, di mana angka kejadian sesungguhnya lebih besar dibanding dengan yang tercatat. 

Sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Ini karena umumnya pengidap hipertensi tidak menunjukkan gejala dan baru disadari setelah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. 

Kalau pun bergejala, umumnya hampir sama dengan gejala penyakit lainnya seperti sakit kepala atau rasa berat di tengkuk, pusing berputar (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan. 


Pengendalian hipertensi belum efektif meski obat-obatan banyak tersedia. 

Dari prevalensi hipertensi 34,1% diketahui 13,3% orang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat dan 32,3% tidak rutin minum obat. 

Ini menunjukkan sebagian besar penderita hipertensi tidak patuh minum obat dan tidak mendapatkan pengobatan secara optimal.

Baca Juga: 5 Pertanyaan Mengenai Hipertensi

Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah atau dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dan genetik.

Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan seperti kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik dan tingkat stres tinggi. 

Pergeseran pola makan pada makanan cepat saji dan makanan yang diawetkan dengan kandungan garam tinggi, lemak jenuh, dan rendah serat turut berkontribusi besar terhadap meningkatnya prevalensi hipertensi di Indonesia.***

Sumber: rsbp.bpbatam.go.id

*llustrasi - Pengukuran tekanan darah.(Pexels)

Untuk mendapatkan informasi lengkap seputar lansia klik DISINI.

Video Lansia 

Artikel Lainnya
Artikel
06 November 2025 10:00 WIB
Tags